Senin, 07 April 2014


KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
Undang – Undang RI Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga.
Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.
Mengapa Pemerintah menerbitkan Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, padahal itu hanya urusan rumah tangga atau domestik saja?
Pemerintah menerbitkan UU tentang KDRT dengan menimbang antara lain :
1.         Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD NKRI tahun 1945;
2.         Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus;
3.         Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau terhindar dan terbebeas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan;
4.         Bahwa dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga masih banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.


I.          Apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
Kekerasan dalam rumah tangga menurut UU ini adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama PEREMPUAN, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.
Penghapusan KDRT adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya KDRT, menindak pelaku KDRT, dan melindungi korban KDRT.

II.       Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
Bentuk – bentuk KDRT yaitu :
1.      Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
2.      Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
3.      Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap :
a.       Orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga;
b.       Salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
4.      Penelantaran rumah tangga, setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum atau karena perjanjian ia wajib untuk memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan.

III.     Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
Sebagian besar timbulnya KDRT adalah lebih banyak disebabkan karena faktor ekonomi, baik dalam kondisi ekonomi yang sudah mapan/kuat maupun ekonomi pas-pasan/lemah. Hal yang membedakan diantara keduanya bahwa  dalam hal ekonomi lemah permasalahannya lebih kepada karena keatidakcukupan penghasilan; sebaliknya dalam hal ekonomi yang sudah mapan/kuat adalah justru karena  implikasi dari kelebihan materi dan konflik terjadi, misalnya, karena pelaku telah memiliki pasangan lain atau terjadinya perselingkuhan.
Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa diantara kasus-kasus KDRT, yang paling banyak terjadi  adalah konflik antara suami dan isteri ketimbang kasus orang tua dan anak, majikan dan pembantu, dan bentuk kasus KDRT yang lain. Dikarenakan seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik dari kebutuhan sandang pangan maupun kebutuhan pendidikan.
Faktor utama terjadinya kasus KDRT adalah dominasi suami terhadap istri dan faktor ekonomi. Kekerasan ekonomi yang dialami korban sebagian besar adalah tidak diberi nafkah untuk biaya hidup sehari-hari, dalam bentuk lainnya adalah korban ditelantarkan suaminya yakni ditinggal pergi oleh suaminya sehingga otomatis juga tidak diberi nafkah. Penelantaran yang dilakukan oleh suami ini banyak dilatarbelakangi oleh adanya pihak ketiga (perselingkuhan). Dalam beberapa kasus kekerasan ekonomi (penelantaran) terdapat korban (perempuan) yang akhirnya sampai menjadi PSK (pekerja seks komersial), karena dia harus menanggung biaya hidup dirinya dan anak-anak yang tinggal bersamanya.
Beberapa penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan antara lain karena beberapa hal berikut:
1.    Adanya pengaruh dari budaya patriarki yang ada ditengah masyarakat. Ada semacam hubungan   kekuasaan di dalam rumah tangga yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah  daripada laki-laki.
2.    Adanya pemahaman ajaran agama yang keliru. Pemahaman yang keliru seringkali    menempatkan perempuan (istri) sebagai pihak yang berada bawah kekuasaan laki-laki  (suami),   sehingga suami menganggap dirinya berhak     melakukan      apapun    terhadap    istri.  Misalnya,    pemukulan      dianggap sebagai cara yang wajar dalam ”mendidik” istri.
3.    Prilaku    meniru    yang   diserap   oleh   anak   karena    terbiasa  melihat    kekerasan dalam   rumah   tangga.   Bagi   anak,   orang   tua   merupakan   model   atau   panutan untuk anak. Anak memiliki kecenderungan untuk meniru prilaku kedua orang tuanya dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Anak yang terbiasa melihat kekerasan menganggap bahwa kekerasan adalah    suatu penyelesaian permasalahan yang wajar untuk dilakukan. Hal ini akan dibawa hingga anak- anak menjadi dewasa.
4.    Tekanan hidup yang dialami seseorang. Misalnya, himpitan ekonomi (kemiskinan), kehilangan     pekerjaan    (pengangguran), dan lain sebagainya. Hal-hal   tersebut   memungkinkan   seseorang   mengalami  stress   dan   kemudian dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Beberapa penyebab diatas bukanlah penyebab mutlak terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.   Di luar dari beberapa penyebab yang telah disebutkan diatas, pasti masih ada lagi beberapa  sebab   yang  lain yang memicu munculnya kekerasan pada perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga. Namun demikian, terlepas dari apapun penyebabnya, dampak dari kekerasan dalam rumah tangga tentu sangat luas. Dampak yang dirasakan tidak hanya pada perempuan korban   secara langsung, namun juga berdampak pada anak-anak.

IV.     Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
a.     Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
b.     Harus  tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.
c.     Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
d.     Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.
e.     Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.

Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
Keterlambatan dalam melaporkan kasus juga tidak terlepas faktor psikis korban, karena malu, takut kehilangan nafkah dan diceraikan suaminya. Keterlambatan mengadukan juga membuka pelaung kasus yang sama terjadi berulang-ulang, karena dalam menangani kasus KDRT butuh waktu lama.
Ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya.
UU PKDRT secara substanstif memperluas institusi dan lembaga pemberi perlindungan agar mudah diakses oleh korban KDRT, yaitu pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya, baik perlindungan sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

V.       Apakah perlindungan bagi korban KDRT?
Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksanaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
Upaya untuk mengefektifkan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dengan cara didampingi oleh segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman, kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atua pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Perlindungan dalam UU NO. 23 tahun 2004 pasal 16 sampai dengan pasal 38  dimaksudkan untuk melindungi hak-hak dari korban yang merupakan bagian dari hak asasi manusia untuk bebas dari rasa takut, mendapatkan rasa aman serta bebeas dari bentuk segala kekerasan.

VI.     Pembuktian pada Kasus KDRT
Mengenai pembuktian dalam kasus KDRT dikatakan oleh UU KDRT, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, dapat juga disertai dengan alat bukti sah lainnya yaitu :
a.       Keterangan saksi;
b.       Keterangan ahli;
c.       Surat;
d.       Petunjuk;
e.       Keterangan terdakwa.
Mengenai laporan atau aduan ke polisi, sebenarnya tidak perlu disertai dengan bukti-bukti terlebih dahulu melainkan hanya bersifat laporan baik secara lisan maupun tertulis atas suatu tindak pidana. Namun, pada prakteknya polisi akan meminta barang bukti yang ada untuk melakukan penyelidikan maupun penyidikan. Dalam hal akan dilakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku tindak pidana, kemudian diperlukan bukti permulaan yang cukup (lihat Pasal 17 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yaitu alat bukti untuk menduga adanya suatu tindak pidana dengan menyaratkan ada minimal laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah sebagaimana dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP.
Mengenai rekaman pembicaraan melalui telepon sebagai barang bukti, sejak diterbitkannya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), jenis alat bukti dalam pembuktian perkara pidana lebih diperluas. Alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP hanya terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dengan adanya UU ITE ini segala macam Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya dapat dijadikan sebagai alat bukti hukum yang sah, termasuk rekaman pembicaraan melalui telepon (lihat Pasal 5 UU ITE). Namun, dalam proses pembuktiannya perlu dibuktikan lebih jauh apakah bukti rekaman tersebut asli atau hasil duplikasi. Menyikapi masalah ini, perlu dilakukan audit atas sistem informasi.

VII.  Jika terjadi KDRT dilingkungan kita, masyarakat harus bersikap bagaimana?
Kewajiban kita sebagai masyarakat jika mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya KDRT, maka sebatas kemampuan kita wajib :
a.     Mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b.    Memberikan perlindungan kepada korban;
c.     Memberikan pertolongan darurat;
d.    Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Proses pelaporan KDRT :
a.     Korban KDRT dapat melaporkan sendiri langsung atas kekerasan yang terjadi ke Kepolisian di tempat korban berada atau di tempat kejadian perkara.
b.    Korban memberi kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan adanya KDRT ke Kepolisian.

KDRT merupakan delik laporan yaitu dapat dilaporkan oleh siapa saja dan dapat diproses secara pidana. Namun, dalam beberapa kasus KDRT ringan dan yang berkaitan dengan seksualitas yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan bagi anggota keluarga yang dianiaya untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, perbuatan tersebut dikategorikan delik aduan (lihat Pasal 52, Pasal 52, dan Pasal 53 UU KDRT). Dalam hal ada pencabutan aduan, pemeriksaan perkara akan dihentikan. Pada prinsipnya, perceraian tidak membatalkan laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU KDRT”), KDRT merupakan delik laporan yaitu dapat dilaporkan oleh siapa saja dan dapat diproses secara pidana, terpisah dari perkara perdatanya (perceraian).
Kementerian Hukum dan HAM mencatat 919 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Indonesia sepanjang Januari-Maret 2013. Sebanyak 25 persen korbannya adalah perempuan.Tingginya kasus KDRT karena masih lemahnya posisi perempuan dan juga taraf pendidikannya yang masih rendah. Korban dari KDRT tidak hanya dari kalangan perempuan saja, tapi juga dialami oleh anak-anak. Penyebabnya karena faktor ekonomi dan kurangnya kesadaran hukum. Faktor lainnya adalah budaya patriaki dimana sebagian masyarakat masih menganggap laki-laki lebih tinggi derajatnya dibanding perempuan.
Kementerian Hukum dan HAM terus berupaya menekan bahkan menghapus tindak KDRT di kalangan masyarakat melalui sosialisasi dan pehamanan hukum dalam arti seluas-luasnya. Dengan adanya sosialisasi itu, diharapkan pehamanan hukum masyarakat dapat lebih membaik dan tindak KDRT secara perlahan bisa berkurang.


















1 komentar:

jabonyap mengatakan...

Harrah's Resort Southern California - MapYRO
This 경상북도 출장샵 location is 서귀포 출장안마 0.0 km from Harrahs Rincon Casino and 인천광역 출장샵 8.0 km from Pacifica 용인 출장안마 Center and 2.0 km from Rincon 울산광역 출장샵 Valley Center. Harrah's

Posting Komentar